Jumat, 30 Juli 2010

MAJALAH PIP

   
http://www.majalah-pip.com/majalah2008/readstory.php?cR=1274492297&pID=29&stID=1332Mimpi Besar itu Nyaris Kandas
Dengan mendirikan pabrik pengolahan susu, GKSI sebetulnya selangkah lebih maju dalam mewujudkan mimpi gerakan koperasi susu di tanah air. Sayang, pabrik itu gagal dikelola dengan baik.
Menyandarkan pasar susu peternak hanya pada Industri Pe­ngolahan Susu (IPS), terbukti tidak menguntungkan. Jumlah IPS besar yang hanya sekitar 13 unit, cen­derung membentuk pasar secara tidak sempurna, bersifat oligopolistik. Posisi tawar peternak, selalu rendah, meskipun mereka sudah tergabung dengan koperasi.

Karena itu, wajar jika kalangan gerakan koperasi susu, berminpi untuk punya pabrik pengolahan sendi­ri. “Kalau koperasi punya pabrik sendiri, keuntungan anggota pun pasti terdongkrak. Belum lagi nilai tambah yang bisa diperoleh,” ujar Iwan Ramkar, Ketua Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Gedung Gede, Sukabumi.

Sebagai sekunder koperasi susu tingkat nasional, Gabungan Ko­perasi Susu Indonesia (GKSI), sebetul­nya sudah mengayunkan langkah konkret, dengan mendirikan PT Industri Susu Alam Murni (PT Isam).

Namun sekarang, kondisi pabrik kebanggaan gerakan koperasi susu di tanah air ini, sedang menggelepar. Sudah sejak enam bulan silam, pabrik ini tidak lagi berproduksi dan para karyawannya di-PHK. Apabila tidak ada upaya untuk mengatasi permasalahan yang kini dihadapi oleh PT Isam, dipastikan pabrik susu murni milik bersama Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Pusat dan GKSI Jawa Barat ini akan kolaps.

Dari investigasi yang dilakukan oleh PIP, diduga ambruknya perusahaan ini akibat salah urus. Manajemen (direksi) yang ditugasi untuk mengelola usaha, tidak mampu berbuat apa-apa, sehinggga perusahaan merugi terus. Buntutnya, pabrik yang berlokasi di Ujungberung-Ban­dung Timur ini terancam disita, akibat utang yang semakin menumpuk, antara lain berupa kredit dari Bank BRI.

Jumlah kredit yang digelontorkan Bank BRI kepada PT Isam, sebesar Rp 12,5 miliar, macet total. Bank pelat merah ini sudah mengirim ulti­matum, untuk menyita PT Isam, apabila tidak melunasi utangnya yang sudah jatuh tempo. Seperti diakui oleh Dedi Setiadi, Ketua Umum GKSI Pusat, bahwa persoalan yang kini dihadapi PT Isam, memang sa­ngat berat. Ia bersama pengurus lain kini sedang mendekati Bank BRI untuk mencari solusi. “Dalam waktu dekat, kami akan bertemu dengan pihak BRI,” ujar Dedi kepada PIP.

PT Isam juga dikabarkan tersangkut dengan dana bergulir dari Kementerian Koperasi UKM sebesar Rp 17,4 miliar. Dana ini sebenarnya adalah dana atas nama empat ko­perasi susu di Jawa Barat. Namun atas kesepekatan bersama dipakai untuk menambah permodalan PT Isam. Hal ini bisa terjadi karena pengajuan dana dilakukan lewat GKSI.

“Sungguh, dana yang cair pada tahun 2003 itu, hanya sebentar saja mampir di rekening KUD Gemah Ripah. Selanjutnya ditrasfer ke PT Isam, atas nama GKSI,” tutur Djodjo Suhardja, Ketua KUD Gemah Ripah Kuningan. Ia mengaku KUD nya mendapat dana bergulir sebesar Rp 3,8 miliar. Hal yang sama juga dilakukan oleh KUD Sinar Jaya (Rp 4,9 miliar), KUD Tani Mukti Ciwidey (Rp 4,9 miliar), dan Karya Nugraha (Rp 3,8 miliar).

Ketika dana ini ditanyakan kepada Dedi Setiadi, ia mengaku belum paham betul. Alasannya, ia baru saja terpilih sebagai Ketua Umum GKSI pusat. Jadi belum sepenuhnya persis tahu apa yang terjadi di PT Isam. Kalaupun misalnya itu benar, akan ditanyakan dulu kepada direksi lama, yang sebagian sudah diberhentikan.

Dedi berpendapat, bahwa pengelolaan PT Isam selama ini terkesan tidak efisien. Manajemen dengan sejumlah karyawan berada di Jakarta, sedang pabrik ada di Bandung. Ini menimbulkan biaya yang besar. Padahal usaha yang dikerjakan hanya berupa makloon, atau order pekerjaan milik orang lain, yaitu PT Danone Dairy Indonesia. Kalaupun ada susu UHT, atau susu kemas yang diproduksi sendiri oleh PT Isam, jumlahnya tidak seberapa.

Menurut Dedi, meskipun GKSI Jawa Barat punya saham di PT Isam, soal manajemen tidak ikut campur. Itu sepenuhnya berada ditangan direksi. Jadi merekalah yang harus bertanggung jawab atas ambruknya PT Isam.

PT Isam sebenarnya me­­­rupakan pengembang­an dari unit usaha Milk Treatment (MT) di Ujung­­berung-Bandung, yang sebelumnya dimili­ki oleh GKSI Pusat. Tapi, seiring dengan pemekaran organi­sasi di tubuh GKSI, yang kemudian melahirkan GKSI Jawa Barat, MT, atau sarana pendingin susu ini menjadi milik bersama GKSI Pusat dan GKSI Jawa Barat.

Selanjutnya untuk lebih me­mungsikan keberadaan MT, dari hanya sekadar menampung susu segar dari peternak dan kemudian ditingkatkan menjadi industri pe­ngolahan susu, dibentuklah perusahaan. Itulah PT Isam.

Kasus PT Isam bukan saja meng­indikasikan kandasnya mimpi kalangan gerakan koperasi susu Indonesia, tetapi juga menyalakan sinyal penting tentang masih banyaknya persolan yang harus dibenahi, jika koperasi mau bicara banyak di industri susu nasional.

          





Tidak ada komentar: